Kamis, 11 Februari 2010

HUKUM KLONING DALAM PANDANGAN ISLAM

HUKUM KLONING DALAM PANDANGAN ISLAM


Belakangan ini telah berkembang satu teknologi baru yang mampu memduplikasi makhluk hidup dengan sama persis, teknologi ini dikenal dengan nama teknologi kloning. Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan, maupun manusia. Kloning telah berhasil dilakukan pada tanaman sebagai­mana pada hewan belakangan ini, kendatipun belum berhasil dilakukan pada manusia
. Tujuan kloning pada tanaman dan hewan pada dasarnya adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, mening­katkan produktivitasnya, dan mencari obat alami bagi banyak penyakit manusia –terutama penyakit-penyakit kronis– guna menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan manusia.
Upaya memperbaiki kualitas tanaman dan hewan dan men­ingkatkan produktivitasnya tersebut menurut syara’ tidak apa-apa untuk dilakukan dan termasuk aktivitas yang mubah hukumnya. Demikian pula memanfaatkan tanaman dan hewan dalam proses kloning guna mencari obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit manusia –terutama yang kronis– adalah kegiatan yang dibolehkan Islam, bahkan hukumnya sunnah (mandub), sebab berobat hukumnya sunnah. Begitu pula mempro­duksi berbagai obat-obatan untuk kepentingan pengobatan hukumnya juga sunnah. Oleh karena itu, dibolehkan memanfaatkan proses kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan mempertinggi produk­tivitasnya atau untuk memperbaiki kualitas hewan seperti sapi, domba, onta, kuda, dan sebagainya. Juga dibolehkan memanfaatkan proses kloning untuk mempertinggi produktivi­tas hewan-hewan tersebut dan mengembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia, terutama penyakit-penyakit yang kronis. Oleh karena itu tidak salah jika Majma' al-Buhûts al-Islâmiyyah yang berpusat di Kairo Mesir mengeluarkan fatwa akan bolehnya memanfaatkan teknologi kloning terhadap tumbuh-tumbuhan atau hewan asalkan memiliki daya guna (bermanfaat) bagi kehidupan manusia. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan untuk kesejahteraan manusia. Apalagi jika kita memanfaatkan proses kloning ini untuk jelas-jelas untuk memperbaiki kualitas tanaman dan mempertinggi produk­tivitasnya atau untuk memperbaiki kualitas hewan. Selain itu juga dibolehkan memanfaatkan proses kloning untuk mempertinggi produktivi­tas hewan-hewan tersebut dan mengembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia, terutama penyakit-penyakit yang kronis.
Adapun kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya (nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita –yang telah dihilangkan inti selnya– dengan suatu metode yang mirip dengan proses pembuahan atau inse­minasi buatan. Dengan metode semacam itu, kloning manusia dilaksanakan dengan cara mengambil inti sel dari tubuh seseorang, lalu dimasukkan ke dalam sel telur yang diambil dari seorang perempuan. Lalu dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah bercampur dengan inti sel tersebut ditrans­fer ke dalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbany­ak diri, berkembang, berdiferensiasi, dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami. Keturunan ini akan berkode genetik sama dengan induknya, yakni orang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.
Dalam fatwanya Majma' al-Buhûts al-Islâmiyyah menjelaskan bahwa hukum meng-kloning manusia tergantung pada cara kloning yang dilakukan. Paling tidak ada empat cara yang bisa dilakukan dalam kloning manusia: Cara pertama, kloning dilakukan dengan mengambil inti sel (nucleus of cells) "wanita lain (pendonor sel telur)" yang kemudian ditanamkan ke dalam ovum wanita kandidat yang nukleusnya telah dikosongkan. Cara kedua, kloning dilakukan dengan menggunakan inti sel (nucleus) "wanita kandidat" itu sendiri, dari sel telur milik sendiri bukan dari pendonor. Cara ketiga, cloning dilakukan dengan menanamkan inti sel (nucleus) jantan ke dalam ovum wanita yang telah dikosongkan nukleusnya. Sel jantan ini bisa berasal dari hewan, bisa dari manusia. Terus manusia ini bisa pria lain, bisa juga suami si wanita. Cara keempat, kloning dilakukan dengan cara pembuahan (fertilization) ovum oleh sperma (dengan tanpa hubungan seks) yang dengan proses tertentu bisa menghasilkan embrio-embrio kembar yang banyak. Pada kasus dua cara pertama, pendapat yang dikemukakan adalah haram, dilarang melakukan kloning yang semacam itu dengan dasar analogi (qiyas) kepada haramnya lesbian dan saadduzarai' (tindakan pencegahan, precaution) atas timbulnya kerancuan pada nasab atau sistem keturunan, padahal melindungi keturunan ini termasuk salah satu kewajiban agama. Di lain pihak juga akan menghancurkan sistem keluarga yang merupakan salah ajaran agama Islam. Pada cara ketiga dan keempat, kloning haram dilakukan jika sel atau sperma yang dipakai milik lelaki lain (bukan suami) atau milik hewan. Jika sel atau sperma yang dipakai milik suami sendiri maka hukumnya belum bisa ditentukan (tawaquf), melihat dulu maslahah dan bahayanya dalam kehidupan sosial. Untuk menentukan hukum pastinya harus didiskusikan dahulu dengan melibatkan banyak pakar dari berbagai disiplin ilmu, yang meliputi ilmuwan kedokteran, ilmuwan biologi (geneticist, biophysicist, dll), sosiolog, psikolog, ilmuwan hukum, dan agamawan (pakar fiqh). Jika hasilnya bisa membuat kacau tatanan masyarakat (karena banyak orang kembar, sehingga jika ada tindak kriminal atau kasus hukum lainnya susah diidentifikasi, dan mungkin efek-efek lain) maka hukumnya haram. Cara mengatasinya dengan melihat maslahah dan madharatnya. Jika hukum kloning sudah menjadi keputusan haram atau halal, maka tentu bisa ditindak lanjuti melalui lembaga-lembaga yang berwenang untuk melarang atau menjatuhkan sanksi bagi para pelanggarnya.
Namun demikian ada satu hikmah penting dengan adanya inovasi baru tentang teknologi kloning ini. Prestasi ilmu pengetahuan yang telah sampai pada penemuan proses kloning ini, sesungguhnya telah menyingkapkan sebuah hukum alam yang ditetapkan Allah Swt. pada sel-sel tubuh manusia dan hewan, karena proses kloning telah menyingkap fakta bahwa pada sel tubuh manusia dan hewan terdapat poten­si menghasilkan keturunan, jika inti sel tubuh tersebut ditanamkan pada sel telur perempuan yang telah dihilangkan inti selnya. Jadi, sifat inti sel tubuh itu tak ubahnya seperti sel sperma laki-laki yang dapat membuahi sel telur perempuan. Wallahu a’lam bisshowab.

1 komentar:

elfan mengatakan...

kloning itu adalah proses menemukan unsur 'sperma' dari unsur yang ada pada betina atau perempuan lalu mempertemukan unsur sperma tsb. dengan 'telur' betina atau ovum perempuan.

jadi tidak ada pelanggaran akan hak Tuhan, Allah SWT. bahkan unsur inipun hanya bisa 'dititipkan' dalam rahimnya si betina atau perempuan. karena itu, apapun hebatnya para ilmuwan merekayasa genetik, pasti mereka tidak bisa membuat 'rahim'.

hanya melalui RAHIM-lah bisa ada kelahiran anak binatang atau manusia karena di sinilah 'nyawa binatang atau roh manusia ditiupkan oleh Tuhan, Allah SWT. di luar rahim, pasti tidak mungkin kecuali peristiwa penciptaan Adam As.

dengan adanya KLONING semacam ini, maka terbukti GUGURLAH teori yang mengatakan ADA ANAK TUHAN, apa ada manusia yang berani mengatakan bahwa 'domba dolly' atau 'manusia dolly' atau 'manusia eve' adalah ANAK TUHAN?

jadi teori ANAK TUHAN itu adalah PEMBOHONGAN dan PEMBODOHAN atas diri manusia sekaligus PEMBODOHAN PERADABAN MANUSIA sepanjang masa.