Sosiologi pembangunan membawa dampak pada lahirnya  dimensi-dimensi baru dalam konsep pembangunan. Menurut Webster (1984),  terdapat lima dimensi yang perlu untuk diungkap, antara lain :
- Posisi negara miskin dalam hubungan sosial dan ekonominya dengan negara-negara lain.
 - Ciri khas atau karakter dari suatu masyarakat yang mempengaruhi pembangunan.
 - Hubungan antara proses budaya dan ekonomi yang mempengaruhi pembangunan.
 - Aspek sejarah dalam proses pembangunan atau perubahan sosial yang terjadi.
 - Penerapan berbagai teori perubahan sosial yang mempengaruhi kebijakan pembangunan nasional pada negara-negara berkembang.
 
Sosiologi pembangunan mencoba melengkapi kajian ekonomi yang  selama ini hanya didasarkan pada produktivitas dan efisiensi dalam  mengukur keberhasilan pembangunan. Pembangunan sebagai sebuah perubahan  sosial yang terencana tidak bisa hanya dijelaskan secara kuantitatif  dengan pendekatan ekonomi semata, terdapat aspek tersembunyi jauh pada  diri masyarakat seperti persepsi, gaya hidup, motivasi dan budaya yang  mempengaruhi pemahaman masyarakat dalam memanfaatkan peluang-peluang  yang ada. Sosiologi pembangunan juga berusaha untuk menjelaskan berbagai  dampak baik positif maupun negatif dari pembangunan terhadap sosial  budaya masyarakat. Berbagai introduksi baik yang berupa teknologi dan  nilai-nilai baru dalam proses pembangunan tentu akan membawa dampak pada  bangunan sosial yang sudah ada sejak lama.
Sejarah perkembangan sosiologi pembangunan di Belanda  diawali dengan menggunakan pendekatan sosiologi historis. Sosiologi  historis menggunakan perspektif pertumbuhan dalam mengungkap  permasalahan dengan teori dan konsep sosiologi. Berbagai penelitian yang  menggunakan pendekatan historis pada awal perkembangannya menjadikan  daerah kolonial sebagai objek kajian. Berberapa penelitian yang  mengambil objek kajian di Indonesia menjelaskan tentang berbagai dampak  pembangunan seperti lahirnya konsep shared proverty oleh Geertz.
Pendekatan kedua yang muncul setelah pendekatan  sosiologi historis adalah ekonomi politik. Aliran ini berangkat dari  keterbelakangan yang dialami oleh negara dunia ketiga. Pendekatan  ekonomi politik memberikan gambaran tentang secara ekonomi antara negara  maju dan negara miskin. Objek penelitian pendekatan ekonomi politik  adalah negara dunia ketiga di Amerika Latin. Kelompok yang menggunakan  aliran ini kemudian mengembangkan teori dependensi. Sedangkan endekatan  yang ketiga adalah sosiologi modernisasi. Aliran ini kemudian berkembang  menjadi teori modernisasi.
Pendekatan yang keempat adalah tradisi antropologi  marxis. Pokok kajian pendekatan ini adalah cara produksi yang dominan di  Amerika Latin. Perspektif cara berproduksi tidak dapat menghasilkan  pemecahan pada masalah-masalah pembangunan dan kebijaksanaan  pembangunan.
Pendekatan terakhir adalah sosiologi terapan.  Pendekatan sosiologi terapan adalah pada kajian pembangunan secara  mikro. Para ahli sosiologi terapan berusaha memberikan data praktis  tingkat lokal kepada pengambil kebijakan atau pengambil kebijakan.  Kelemahan pendekatan ini adalah miskin akan teori serta hasil penelitian  yang didapat kurang bisa ditarik menjadi sebuah model yang general.
Penjelasan tentang dunia ketiga disampaikan oleh  Webster (1984), yang mencoba mengulas tentang negara dunia ketiga yang  dicirikan sebagai negara miskin yang masih terbelakang dan secara  ekonomi masih bertumpu pada pertanian. Tekanan utama dalam membedakan  negara-negara di dunia didasarkan pada konsep kesejahteraan yang pada  akhirnya terdapat dua kutub yaitu negara kaya dan negara miskin. Tingkat  kesejahteraan suatu negara yang hanya didasarkan pada GNP ternyata  memiliki beberapa kelemahan antara lain GNP hanya mencerminkan akumulasi  pada tingkatan suatu negara dan tidak mencerminkan distribusi  sumberdaya antar penduduknya, GNP telah menghilangkan beberapa kegiatan  yang memiliki potensi nilai ekonomi, GNP lebih mengutamakan pengukuran  secara kuantitatif saja.
Teori pembangunan mengerucut pada dua buah teori  besar, yaitu teori modernisasi dan teori dependensi. Dua teori ini  saling bertolak belakang dan merupakan sebuah pertarungan paradigma  hingga saat ini. Teori modernisasi merupakan hasil dari keberhasilan  Amerika Serikat dalam membawa pembangunan ekonomi di negara-negara  eropa. Sedangkan kegagalan pembangunan di Afrika, Amerika Latin dan Asia  menjadi awal lahirnya teori dependensi.
Teori Modernisasi berasal dari dua teori dasar yaitu  teori pendekatan psikologis dan teori pendekatan budaya. Teori  pendekatan psikologis menekankan bahwa pembangunan ekonomi yang gagal  pada negara berkembang disebabkan oleh mentalitas masyarakatnya. Menurut  teori ini, keberhasilan pambangunan mensyaratkan adanya perubahan sikap  mental penduduk negara berkembang. Sedangkan teori pendekatan  kebudayaan lebih melihat kegagalan pembangunan pada negara berkembang  disebabkan oleh ketidaksiapan tata nilai yang ada dalam masyarakatnya.  Secara garis besar teori modernisasi merupakan perpaduan antara  sosiologi, psikologi dan ekonomi. Teori dasar yang menjadi landasan  teori modernisasi adalah ide Durkheim dan Weber
Kritik terhadap teori modernisasi lahir seiring  dengan kegagalan pembangunan di negara dunia ketiga dan berkembang  menjadi sebuah teori baru yaitu teori dependensi. Frank (1984) mencoba  mengembangkan teori dependensi dan mengemukakan pendapat bahwa  keterbelakangan pada negara dunia ketiga justru disebabkan oleh kontak  dengan negara maju. Teori dependensi menjadi sebuah perlawanan terhadap  teori modernisasi yang menyatakan untuk mencapai tahap kemajuan, sebuah  negara berkembang harus meniru teknologi dan budaya negara maju. Frank  memberikan kritiknya terhadap pendekatan-pendekatan yang menjadi rujukan  teori modernisasi, antara lain pendekatan indeks tipe ideal, pendekatan  difusionis dan pendekatan psikologis.
Teori dependensi bertitik tolak dari pemikiran Marx  tentang kapitalisme dan konflik kelas. Marx mengungkapkan kegagalan  kapitalisme dalam membawa kesejahteraan bagi masyarakat namun sebaliknya  membawa kesengsaraan. Penyebab kegagalan kapitalisme adalah penguasaan  akses terhadap sumberdaya dan faktor produksi menyebabkan eksploitas  terhadap kaum buruh yang tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus  dihentikan melalui proses kesadaran kelas dan perjuangan merebut akses  sumberdaya dan faktor produksi untuk menuju tatanan masyarakat tanpa  kelas.
Eksploitas juga dialami oleh negara dunia ketiga.  Proses eksploitasi yang dilakukan oleh negara maju dapat dijelaskan  dalam tiga bagian, yaitu pedagang kapitalis, kolonialisme dan  neo-kolonialisme. Tahap awal yaitu masa pedagang kapitalis.  Negara-negara Eropa berusaha berusaha untuk mendapatkan sumberdaya alam  yang ada di negara dunia ketiga melalui kegiatan perdagangan.  Perdagangan ini berkembang dan pada prakteknya merupakan suatu bentuk  eksploitasi terhada sumberdaya negara dunia ketiga. Pemanfaatan tenaga  kerja yang murah yaitu sistem perbudakan menjadikan para pedagang  kolonial mampu meraup keuntungan yang sangat besar. Eksploitasi terus  berlanjut hingga memunculkan ide adanya kolonialisme. Asumsi yang  berkembang di negara kapitalis adalah peningkatan keuntungan serta  kekuatan kontrol atas sumberdaya yang ada di negara miskin. Seiring  berakhirnya era kolonialisme timbul sebuah era baru yang dikenal dengan  neo-kolonialisme. Penjajahan yang dilakukan oleh negara maju terhadap  negara dunia ketiga pada dasarnya masih tetap berlangsung dengan  bermunculannya perusahaan multinasional. Negara dunia ketiga menjadi  salah satu sarana penyedia tenaga kerja murah dan sumber daya alam yang  melimpah, selain itu jumlah penduduk yang relatif besar menjadi potensi  pasar tersendiri. Ketiga tahap inilah yang semakin memperpuruk kondisi  negara dunia ketiga.
Daftar Rujukan
Andrew, Webster (1984). “Introduction to the Sociology of Development”. Cambridge: Macmillan. (pp 1-14)
Carle C. Zimmerman and Richard E. Du Wors (1970). “Sociology of Underdevelopment”. Vancouver: The Copp Clark Publishing Company. (pp 25-35)
Frank, Andre Gunder. (1984). “Sosiologi Pembangunan dan Keterbelakangan Sosiologi”. Jakarta: Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial. (pp 1-32)
Norman, Long (2001). “Development Sociology A Actor Perspektif”. London & Newyork: Routledge. (pp 1-29)
Philip Quarles van Ufford, Frans Husken, dan Dirk Kruijt (eds) (1989). “Tendensi dan Tradisi dalam Sosiologi Pembangunan”. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia. (pp 1-18)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar